Thursday, July 9, 2009

Tiga Ciri Khas Pengendara Sepeda Motor di Indonesia

Kita semua tentu tahu dan mengerti apa salah satu masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di kota-kota besar seperti Surabaya dan Jakarta. Salah satu masalah utama tersebut sebenarnya cukup kompleks dan sering terjadi. Apa itu? Masalah tersebut adalah lalu lintas di jalan raya. Masalah lalu lintas tersebut memang cukup kompleks, meliputi tingkah laku pengendara yang ada di jalan raya dan kemacetan. Itu yang utama. Dalam artikel kali ini saya lebih menyorot pada tingkah laku para pengendara sepeda motor.

Tak bisa dipungkiri jika jumlah pengendara sepeda motor, atau tepatnya masyarakat yang memiliki sepeda motor lebih banyak daripada mobil. Anda bisa melihat sendiri di jalan raya. Mobil-mobil seolah-olah terkepung oleh banyak sepeda motor yang berada di sekelilingnya. Otomatis, mobil hanya bisa bergerak secara leluasa jika ada ruang kosong yang "diberikan" oleh pengendara motor. Menurut saya, ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa jumlah motor lebih banyak daripada mobil. Yang pertama, tentu saja harganya yang lebih murah daripada mobil, utamanya sepeda motor bebek. Yang kedua, seringnya frekuensi produksi sepeda motor oleh para vendor untuk diperjualbelikan. Bayangkan saja, jika saat ini ada model baru dari vendor tersebut, maka beberapa minggu dan beberapa bulan berikutnya pasti akan ada model baru lagi. Biasanya menawarkan perubahan-perubahan seperti bahan bakar lebih irit, model lebih dinamis, kapasitas mesin lebih besar, dan klaim perubahan-perubahan lainnya. Yang ketiga, masyarakat kita kebanyakan masyarakat berekonomi menengah ke bawah, atau istilahnya cukuplah kemampuan ekonominya. Jadi, mereka lebih memilih sepeda motor yang lebih mudah didapat, praktis, lincah, dan ekonomis. Saya kira hal itu wajar. Namun, yang membuat saya agak geregetan adalah tingkah para pengendara motor.

Menurut saya, hanya sedikit (tidak banyak) pengendara sepeda motor yang bisa tertib dan disiplin ketika berkendara di jalan raya. Saya yakin mekipun banyak yang memiliki SIM, masih banyak yang kurang mempedulikan estetika berkendara. Pengendara motor di Indonesia, bagi saya, masih banyak yang tidak tertib (mungkin tidak termasuk saya, he he he). Dan sepanjang pengamatan saya, ada 3 (tiga) ciri khusus (khas) yang menggambarkan bagaimana sebenarnya tingkah laku (negatif) dari pengendara motor Indonesia. Ketiga ciri-ciri tersebut antara lain:

Tidak Mau Mengalah
Maksudnya adalah pengendara motor selalu seenaknya sendiri jika berkendara. Maunya menang sendiri, tidak mau mengalah, seolah jalan raya tersebut adalah miliknya. Contohnya, jika ada pengendara lain (dalam hal ini pengemudi mobil) ingin menyalip kendaraan di depannya (sepeda motor), pasti kebanyakan pengendara sepeda motor tersebut tidak mau menepi, sekalipun sudah diberi peringatan klakson. Kasus seperti ini sering ditemui di jalan raya, utamanya di kota-kota besar yang rata-rata padat volume kendaraannya.

Tidak Sabar
Perilaku ini sangat jamak dijumpai dan sering kita lihat di jalan raya. Apalagi jika si pengendara sepeda motor tersebut memang orangnya tidak sabaran. Misalnya saja ketika lampu merah menyala yang mengharuskan para pengendara berhenti sejenak. Tahukah Anda siapa yang berada pada barisan terdepan ketika lampu merah menyala tersebut? Pasti 80 persen pengendara sepeda motor. Begitu lampu merah menyala dan banyak mobil berada dalam baris terdepan, pasti banyak kejadian di mana pengendara sepeda motor merangsek ke depan, melewati batas garis lampu, dan "memimpin" kendaraan-kendaraan yang berada di belakangnya. Dan ketika lampu hijau sudah menyala, pasti banyak sepeda motor yang langsung geber gas dan "curi start" sejak lampu kuning berkedap-kedip menjelang lampu hijau menyala. Apalagi jika lampu lalu lintas tersebut terpasang sebuah timer yang akan menghitung waktu mundur nyalanya lampu. Yang membuat saya mengelus dada, ketika nyala lampu hijau masih akan menyala beberapa detik lagi, misalnya 5 detik lagi, sudah banyak pengendara sepeda motor yang mulai pelan-pelan "curi start". Jika ada pengendara sepeda motor yang terdapat di belakang, pasti sering-sering membunyikan klakson yang memekakkan telinga, padahal lampu hijau masih 5 detik lagi. Begitu juga saat kereta api akan lewat dan palang pun telah ditutup. Dalam keadaan seperti itu, masih banyak juga yang dengan terburu-buru menerobos palang pintu sesaat sebelum kereta lewat. Bagaimana jika mereka terlambat dan kereta api sudah berada di dekatnya? Jawabannya gampang, mereka hanya tinggal menjalankan sepeda motornya di atas rel, adu cepat dengan kereta api. Repot.

Mudah Emosi
Saya langsung beri contoh saja. Misalnya jika ada dua pengendara sepeda motor bertabrakan dari sisi yang berlawanan, lalu terjatuh, mereka sering kalap dan emosi. Kemudian saling menyalahkan antara satu sama lain dan sama-sama mengklaim bukan salahnya. Sering menyangkal dan menolak disebut sebagai penyebab kecelakaan. Dan yang saya khawatirkan adalah jika adu mulut tersebut berdampak lebih luas lagi, yaitu perkelahian yang tidak perlu. Tentu saja akan memprihatinkan jika harus terjadi pertumpahan darah di atas jalan raya. Saya pernah menyaksikan yang seperti itu, tetapi pelakunya bukan sepeda motor. Ketika saya naik angkot menuju ke SMP saya, menyaliplah sebuah truk besar pembawa air PDAM. Karena mengangkut air, cukup banyak juga tumpahan air yang jatuh di jalan melalui selang di truk besar tersebut. Nahasnya, ketika truk tersebut menyalip angkot kami, jalan sedang bergelombang dan ada sedikit lubang. Tak ayal, karena goncangan tersebut, air dalam tangki yang keluar melalui selang pun tumpah ruah mengguyur bagian depan (kebetulan saya duduk di depan) angkot yang saya naiki, terutama sopirnya yang basah kuyup di sekujur tubuhnya. Saya menganggap hal itu tidak usah diperhatikan serius. Tapi apa? Sopir angkot kami menyalip truk pembawa air tersebut dan meminta si sopir truk menepi dan berhenti. Setelah berhenti, tahukah Anda apa yang terjadi selanjutnya? Secara tiba-tiba, sopir angkot kami menimpuk kepala sopir truk dengan batu sebesar genggaman tangan. Saya pun terkejut dan merasa ngeri. Apalagi kepala sopir truk mengeluarkan cukup banyak darah. Sempat terjadi pergumulan yang dashyat antara keduanya. Beruntung, warga desa sekitar segera melerai mereka. Para sopir tersebut sepakat untuk bertemu di kantor polisi. Entah untuk apa. Saya pikir, kejadian tersebut hanyalah bermula dari sebuah ketidaksengajaan yang lebih diakibatkan karena jalan yang bergelombang.

Itulah tiga ciri khas pengendara sepeda motor di Indonesia, khususnya di daerah yang padat volume kendaraannya. Saya sendiri sering heran. Mengapa sih mereka tidak mau sedikit bersabar? Mengapa sih mereka tidak mau sedikit mengalah? Mengapa sih mereka tidak mau sedikit menahan emosinya? Lampu merah nyerobot, macet nyerobot, kereta api lewat nyerobot, apa-apa nyerobot. Ya, tidak tahulah. Mungkin Anda tahu solusinya?

2 comments:

Anonymous said...

Emang Pengendara Motor BRENGSEKKKKK !!!!!!!!!!!!

Ananda Rifqy said...

Hahaha......

Post a Comment

Setelah membaca post di atas, kasih comment (NO SEX and NO SARA) ya! Thanks!

 
Cheap Web Hosting | Top Web Hosts | Great HTML Templates from easytemplates.com.